Pengawasan dan Penegakan Disiplin Aparatur Peradilan

0
423

Oleh :

FAISAL REZA, S.HI (Panitera Pengganti MS Takengon Kelas 1-B)

Lembaga tinggi negara Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan paket kebijakan dengan menerbitkan instrument berupa 3 (tiga) Peraturan Mahkamah Agung (Perma).3 Perma tersebut yakni Perma No. 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, Perma No. 8 Tahun 2016 mengatur tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya, dan Perma No. 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (whistleblowing system) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.

KetigaPerma tersebut diarahkan pada peningkatan kualitas pelaksanaan tugas (kinerja) MA dan pengadilan di bawahnyadan penegakan disiplin kerja para hakim, hakim agung, dan semua aparatur peradilan dalam upaya pencegahan dan menghindari dari segala bentuk penyimpangan atau pelanggaran perilakuyang dapat merusak wibawa institusi peradilan. Salah satu caranyaadalah dengan memperketat pengawasan melekatpada hakim dan nonhakim di lembaga peradilan secara berjenjang terutama dalam hal jam kerja dan pelaksanaan standar operating prosedur (SOP) di satuan kerja masing-masing.Misalnya, tugas para hakim agung di awasi dan di pantau oleh ketua kamarnya masing-masing, Lalu ketua kamar diawasi langsung wakil ketua MA, dan wakil ketua MA diawasi langsung olehketua MA. Termasuk jugasemua pegawaidalam struktur kesekretariatan dan kepaniteraan di Mahkamah Agung di awasi langsung secara berjenjang. Pengawasan berjenjang di pengadilan tingkat banding juga seperti itu. Tugas rutin wakil, parahakim tinggi, Panitera, dan Sekretaris diawasi pimpinan pengadilan masing-masing termasuk juga semua pegawai dalam struktur kesekretariatan dan kepaniteraan.

Hal yang sama juga pengawasan berjenjang di Pengadilan tingkat pertama. Ketua mengawasi kerja wakil, para Hakim, Panitera dan Sekretaris.di kepaniteraan, Panitera Muda (Panmud) membina, memantau dan mengawasi semua stafnya. Kalau Panmudmelanggar maka ditegur oleh Panitera. Jika Paniteramenyimpang dari tugasnya juga ditegur oleh Ketuadan kalau ketua melanggar disiplin kerja diteguroleh Ketua Pengadian Tingkat banding. Begitulah mekanime pengawasan dan sistem kerja yang di bangun, apabila terjadi pelanggaran maka sanksi akan menanti, dan jika atasan langsung yang telah melaksanakan kewajiban pengawasan dan pembinaannya dengan baik sesuai peraturan, maka dapat diusulkan untuk diberikan penghargaan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 9,10,11 Perma No. 8 Tahun 2016).

Dalam mensosialisasikan ketiga Perma tersebut, Mahkamah Agung memanggil para Ketua, Wakil Ketua, Panitera Pengadilan Tingkat Banding pada empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia untuk Pembinaan Teknis dan Adminitrasi Yudisial pada tanggal 28-29 Juli 2016 di Hotel Mercury Jakarta. Seperti yang di publish di website mahkamahagung.go.id, Ketua Mahkamah Agung RI, Prof.Dr.M.Hatta Ali, SH.,MH menyampaikan kekecewaan dengan berbagai kasus tangkap tangan oleh KPK yang melibatkan hakim dan aparatur peradilan membuat Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi di bidang hukum kian terpuruk. Beliau mengharapkan justru dengan moment terpuruk ini menjadi titik balik bagi Mahkamah Agung untuk instropeksi dan evaluasi agar menjadi lebih baik lagi.

Ketua Mahkamah Agung juga merasa optimis badai yang menerpa Mahkamah Agung akan berlalu dan berkeyakinan bahwa pengawasan dan pembinaan merupakan langkah awal sebagai bentuk upaya pencegahan. Kini, di tahun 2016 Mahkamah Agung kembali menerbitkan Kebijakan berupa tiga Peraturan sekaligus sebagai langkah nyata dalam upaya meminimalisir pelanggaran aparatur Peradilan, selain itu hal yang telah dan sedang dilakukan oleh Mahkamah Agung antara lain dengan penandatangan Pakta Integritas bagi pejabat dan stafnya diseluruh Indonesia, dan merintis kerja sama antara Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) untuk memberantas korupsi dan gratifikasi.

Untuk mensosialisasikan hasil pembinaan Teknis dan Adminitrasi Yudisial dan pemberlakuan ketiga Perma tersebut, Mahkamah Syar’iyah Aceh memangggil para pimpinan Mahkamah Syar’iyah se Aceh (Ketua, Wakli, Panitera, Sekretaris) untuk mengikuti Rapat Koordinasi pada tanggal 4-5 Agustus 2016 di Banda Aceh dengan agenda utama yaitu sosialisasi hasil pembinaan pimpinan Mahkamah Agung RI. Ketua MS Aceh Drs.H. Jufri Ghalib, S.H., M.H dalam kegiatan tersebut menjelaskan secara detail penerapan Perma No.7,8,9 Tahun 2016 tersebut. Ketua MS Aceh meminta kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah se Aceh agar mengirimkan laporan hasil pengawasan setiap jenjang bulan September-Desember 2016 ke MS Aceh.

Ketua MA bisa di jatuhi Sanksi

Perma pengawasan kali ini menurut penulis sangat istimewa, di karenakan pengawasan yang diatur dalam Perma tersebut berbeda dengan beberapa pengawasan sebelumnyayakni Ketua Mahkamah Agung bisa dijatuhi hukuman sanksi apabila terbukti melakukan tindakanindisipliner dalam melaksanakan tugasnya.Dalam Pasal 19 ayat (5) Perma No. 7 Tahun 2016 disebutkan “Rapat Pimpinan Mahkamah Agung membahas dan mengambil keputusan yang dianggap perlu apabila Ketua Mahkamah Agung tidak mematuhi ketentuan mengenai jam kerja atau tidak memeriksakan kesehatan dan mengajukan permintaan cuti sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Mahkamah ini.” Pasal 21 ayat (2) disebutkan, “Ketua Mahkamah Agung bila tidak memenuhi kewajiban melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Mahkamah Agung atas pelanggaran terhadap ketentuan disiplin kerja Hakim sebagaimana diatur dalam peraturan ini dijatuhi sanksi ringan oleh Rapat Pimpinan Mahkamah Agung.”

Karenanya apabilaada temuan laporan pengaduan mengenai Ketua MA dan hasil pelaporan tersebut diduga dan temukan bukti pelanggaran,maka tentunya seluruh unsur pimpinan MA yang diketuai salah satu Wakil Ketua MA dibantu Kepala Badan Pengawasan akan memeriksa yang bersangkutan.Tata cara pemeriksaannya mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mengenaipenanganan pengaduan dan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran perilaku hakim dan aparat pengadilan. Perma tersebut mengikat semua level pimpinan bahkan yang paling tinggi pun bisa di kenakan berbagai jenis sanksi (Pasal 22 dan 23) sesuai tingkat kesalahannya apabila melakukan pelanggaran.

Penutup

Banyak pihak yang memberikan apresiasi atas langkah Mahkamah Agung RI dengan mengeluarkan 3 Perma tersebut. Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi berpandangan bahwa instrument Perma pengawasan tersebut dapat dijadikan sebagai momentum perbaikan lembaga dan aparatur peradilan karena mengingat serangkaian peritiwa kasus suap dalam akhir-akhir ini yang melibatkan dan di tangkapnya aparat peradilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  tentunya sangat mencoreng institusi Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya.

Penulis sendiri sebagai aparatur peradilan juga sangat apresiasi dan ekspektasi besar layak diarahkan kepada MA baik pimpinan maupun jajaran di bawahnya. Sebab, bagaimanapun perubahan harus dimulai dari internal peradilan itu sendiri. Perma Pengawasan ini tidak bisa dipisahkan karena semuanya bermuara pada peningkatan pengawasan internal maupun eksternal. Mahkamah Agung RI dan peradilan di bawahnya saat ini sedang menjadi sorotan utama dikalangan publik dan menghiasi pemberitaan nasional sehingga pada saat yang sama juga nilai trust(kepercayaan) masyarakat kepada lembaga peradilan akan menurun.Untuk pengawasan eksternal, Mahkamah Agung mengharapkan peran serta masyarakat, karenanya Perma No. 9 Tahun 2016 memberi ruang kepada semua elemen masyarakat untuk melaporkan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan aparatur peradilan termasuk hakim dan hakim agung dengan beragam saluran pengaduan yang disediakan melalui aplikasi SIWAS MA-RI pada situs Mahkamah Agung ,SMS, email, faksimile, telepon, meja pengaduan, surat dan kotak pengaduan. Masyarakat atau ‘orang dalam peradilan pun bisa melaporkan segala bentuk penyimpangan.

Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH dalam pidatonya pada saat memimpin HUT Mahkamah Agung ke 71 dengan Tema Penguatan Akuntabilitas Peradilan dalam rangka menggapai kembali kepercayaan public, menegaskan bahwa dalam era negara demokrasi modern saat ini kepercayaan public atau masyarakat terhadap lembaga publik sangatlah penting. Karenanya kepercayaan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara kepada lembaga peradilan sudah sepatutnya dibalas dengan kinerja yang amanah dengan menunjukkan kinerja yang profesional dan berintegritas.

Tentunya Prilaku dan kode etik aparatur peradilan sangat menentukan kinerja pelayanan karena baik dan buruknya rumah peradilan ditentukan sendiri para oleh aparaturnya. Prilaku yang baik, disiplin, menjaga integritas akan menunjukkan wibawa dan kemulian peradilan. Perbuatan yang menyimpang, indisipliner, tidak taat aturan tentunya akan membawa peradilan kian terpuruk, jatuh dan hilang kepercayaan dari masyarakat. Aturan telah banyak dan kini 3 (tiga) Perma terbaru pun telah disosialisasikan, tinggal sekarang adalah komitmen aparatur peradilan untuk melaksanakannya sehingga visi yang telah di gariskan dalam cetak biru (blue print) pembaharuan MARI 2010-2035 dapat terwujud yakni Mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung. Inilah yang di harapkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here